Pages

Kamis, 12 April 2012

PART TWO

TWO
Kerinduan
Adlah hal yang paling menyakitkan.

Aku memarkirkan fw mini ku di parkiran kampus. Memandangi sekelilingku. Hari ini semester baru di mulai, dan aku sudah beranjak semester 5. Tidak terasa sebentar lagi aku akan lulus, semoga. Pikirku sambil tersenyum kecut.
“Noaaaa!!.” panggil seseorang diseberang parkir, aku sudah bisa menangkap siapa yang memanggilku sambil berlari kecil kearahku,seseorang yang sangat aku sayangi sebagai sesosok yang mengagumkan, Fero.
“Hei!” sapaku balik. Seperti biasa, Fero berpenampilan mengagumkan dikalangan para wanita yang ada dikampus ini, dia suka memakai pakaian terussan yang manis dan cerah, dan tak lupa syal yang selalu bermotif berbeda mensinkronkan dengan pakaiannya, juga rambutnya yang selalu terurai indah. Sedang kan aku hanya memakai jeans, kets, tengtop hitam yang tersembunyi di balik jaketku yang sedikit terbuka, dan rambut tergulung keatas penuh agar rambutku tidak menghalangi pandangan di balik kacamataku.
“Tebak aku Noa,” Kata Fero sambil tersenyum seperti anak kecil yang sedang bermain tebak tebakkan dengan teman nya. “Aku pergi dengan siapa pagi ini??,” lanjut Fero, berseri.
“Maksudmu??,” Tanyaku bingung.
“Kamu ini, tulalit banget si Noa !, maksud aku..coba kamu tebak, aku tadi pagi berangkat dengang siapa??”
“Ayahmu??” tebakku asal.
Tapi Fero menggelengkan kepala.
“Cowok barumu??”
Fero cemberut. Aku tertawa kecil, seakan tau Fero pasti cemberut dengan tebakkan aku yang baru saja kulontarkan, aku tau Fero baru saja mengalami patah hati, padahal Fero tipe wanita setia. Yaa sulit di ungkapkan,kenapa mereka putus. tapi aku sungguh tak sanggup melihat Fero sedih dengan wajah cantiknya.
“Jadi? Sama siapa kamu diantar Feroku.” Lanjutku agak melunakan hatinya yang mungkin sudah tersentak sedikit.
“Kyoran !!.” Balasnya penuh semangat dan senyum lebarnya sudah kembali.
“Kyoran??” tanyaku heran dan mungkin dahiku sudah berkerut karna penasaran.
“Ya, dia gajak aku pergi bareng karna ternyata arah kantor ayah Kyo satu arah No, dengan kampus kita, aku seneng banget.” Wajah Fero berseri saat menceritakannya, tapi aku merasa ada yang sedikit mengganjal.
Aku tak heran kalau Kyoran langsung ditempatkan di perusahaan ayahnya, aku tau Kyoran pintar dan punya ide imejenatif,berbeda dengan orang pandai. dia seperti sosok pemuda yang tau bakal mewarisi perusahaan ayahnya itu, maka ia belajar dan memahaminya tanpa harus bersekolah tinggi, walaupun aku pikir Kyo tak butuh itu lagi, entah dari mana anugrah otaknya yang Smart itu.
“Wah, senang sekali diantar Tuan muda.” Aku menjulurkan lidah pada Fero yang masih berseri, sambil berjalan bersama memasuki gedung.
“Ah, kamu kan tau No, dia bukan Kyo yang dulu lagi. Menurut ku dia berubah.”
“Jadi spiderMan??” selaku, tertawa jail.
“Berubah, menjadi sosok yang…,” Fero tak melanjutkan kalimatnya, aku penasaran tapi aku tahan untuk tidak menanyakannya. Tapi perasaanku menjadi sedikit aneh, seperti ada batu besar yang mengganjal.
“Well, nanti kelas berakhir, kau ada acara Fero??,”  Aku buru buru bertanya, mungkin agar Fero tak melanjutkan kalimatnya, aku takut.
“Ya, aku harus membantu ibu ku kali ini No, di butiknya.” Jawab Fero, lelah. aku tau, Fero selalu mampir kerumahku saat kelas berakhir, tapi kali ini Fero sudah harus mulai membantu ibunya di Butiknya yang mungkin nanti akan menjadi Butiknya. Aku hanya diam dan tidak menajwab, sambil terus berjalan menuju gedung bersama Fero.

Aku membaca buku dipinggir jendela kamarku. Hari ini hujan turun dihari yang menjelang sore, sejuk. Terdengar ada suara mobil diparkir dipekarangan rumah, suara nya sangat familiar ku dengar, orang tuaku. Aku turun, menuju ruang keluarga yang langsung di temui saat pintu terbuka.
“Mum,” aku menghampirinya yang terlihat lelah, memeluknya erat.
“Dad,” aku juga memeluknya erat, dan ia tersenyum.
Mereka mebawa banyak barang, terlihat lelah, tapi tetap berwibawa. Aku duduk berhadapan dengan mereka yang masih terduduk karna lelah. Aku melihat mbok, pembantuku. Membereskan semua barang yang dibawa oleh orang tuaku. Tidak ada pembicaraan atau seorangpun yang angkat bicara. Aku hanya terdiam, dan memandangi buku yang masih berada di genggaman dengan halaman tertanda dengan jariku, lalu seketika Mum berdiri dan langsung pergi menuju kamar, tanpa berkata satu katapun.
Aku sudah mengira ini akan terjadi dan percuma saja aku memikirkannya. Senang rasanya mereka berdua pulang kerumah, tapi ada rasa yang membuatku terasa sangat sepi, karna suasana saat mereka pulang, tidak merubah keadaan di dalam rumah.
“Noa, bagaimana dengan kuliahmu??” . Aku tersentak mendengarnya, Dad berbicara dan memandangku.
“Baik baik saja,” jawabku dengan senyum luar biasa, senang. Akhirnya ada satu kalimat yang teucap dan mengisi ruangan yang dingin ini.
“Baguslah kalau begitu nak, jangan mengecewakan ya.” Tukas Dad, dengan tegas. Lalu berdiri, tersenyum padaku lembut lalu pergi kearah kamar yang berbeda, kekamar tamu.
‘Apa yang terjadi?’ bisiku dalam hati, memandang kepergian Dad. Bukan pergi jauh, tapi arah Dad berjalan membuatku pikiranku menerawang jauh dan rasanya aku khawatir. Udara diruangan itu semakin dingin dan cahaya dari celah jendela sudah mulai meredup, aku pun masuk kamar dengan pertanyaan yang penuh didalam otakku.
                                                                                               
Makan malam yang buruk, menurutku. Apapun makanan yang masuk kedalam perutku terasa sangat hambar dan pahit. Mum dan Dad, tidak berbincang satu sama lain ataupun denganku yang ada disini. Rasanya semuanya jadi terasa sangat gelap. Mum menyudahi makan malamnya, memandangku lalu tersenyum dingin, lelah.
“Kau harus banyak makan ya Noa, supaya tidak sakit.” Jelasnya sambil terus memandangku dengan mata letih lembutnya.
“Ya, berat badanku juga tertambah, Mum.” Balasku sambil tersenyum girang,mungkin agar terlihat tidak peduli dengan keadaan malam ini.
“Jangan dinaikkan lagi, kau cantik seperti itu.” Mum seolah tak mau aku terlihat jelek.
“Ya.” Jawabku singkat, lalu menyudahi makan malam dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua, orang tuaku. Dimeja makan yang dingin dan berhawa lembab.









 


Setelah sepulang kampus, aku, Fero dan Kyo janjian makan siang bareng, ditempat yang biasa ku kunjungi dengan Fero, restaurant jepang yang pastinya Kyo juga suka. Kyo dan Fero seperti pasangan serasi, mereka sama sama memiliki kelebihan yang mungkin aku tak punya. Tapi mereka sahabat sahabat terbaikku.
“Noa, kau masih suka berenang??.” Tanya Kyo, sambil mengunyah shusi kesukaannya dengan terbata bata. Fero hanya memperhatikan.
“A.., ya tentu! Aku masih suka berenang, jika hujan.” Jelasku tak sadar apa yang sudah ku katakana, karna aku terus memisahkan sayuran yang tak kusukai yang ada di Mie ramenku.
“Jika hujan??” Tanya Kyo lagi, masih penasaran.
“Ya, jika hujan.” Masih tidak menatap Kyo, aku terus meminggirkan sayuran dalam Ramenku.
“Itu kebiasaan Noa, sekarang Kyo.” Sanggah Fero, yang tau akan menjelaskan kebiasaan anehku itu.
“Jadi, kemarin kau berenang, kemarin turun hujan, kan??” Kyo mencoba minum kotcha nya dan menatapku bergantian dengan Fero.
Aku menatapnya tanpa ekspresi. Tak tau apa yang akan aku jelaskan, lagi pula aku berenang dihari hujan, jika aku sedang merasa aneh saja, saat ingin sendiri,bukan saat aku ingin pergi berenang.
“Tidak, hanya jika ingin saja.” Aku menjawab dengan agak kagok. Fero dan Kyo menatapku dengan keruttan didahi mereka masig masing.
“Kau tak pernah berubah.” Kyo mulai memakan shusi kesukaannya lagi setelah menatapku.
“Ya, itu lah Noa,Kyoo.” Fero pun ikut melanjutkan makan shusinya, sambil tersenyum kepadaku. Aku membalasnya dengan kaku.
Aku bukan seperti mereka yang mungkin bisa membuka atau membeberkan apa yang mereka rasa, tapi bagiku, sulit sekali untuk mengungkapkannya,hanya di dalam kolam dan air hujanlah, aku bisa mencampur semua pikiranku jika sedang kacau.
“Dan kau masih suka membaca??” tanya Kyo lagi, seolah aku sedang di introgasi saat makan siang ini, rasanya jadi terasa aneh dan aku tak sengaja menelan sayuran yang aku tak suka.
“Ya, aku masih suka baca, Kyo. Dan kau sendiri, kelihatannya masih suka bertanya banyak ya.” Kataku sambil tertawa. Kyo dan Fero ikut tertawa mendengar kata kataku.
“Maksudmu, aku masih secerewet dulu??” Kyo menyipitkan matanya kepadaku, sok curiga.
“Sama dengan Fero.” Aku tersenyum lebar penuh kemenangan, ya Fero pasti tau maksudku apa, aku bilang kalau Fero dan Kyo sama sama makhluk Tuhan yang sempurna dan suka Bertanya.
“Kok, jadi aku si No…,” kata Fero menonkok bahuku lembut, seolah olah dia merengek.
Kami pun tertawa dan melanjutkan makan siang penuh canda dan kebersamaan ini.

Fero pulang ke Butik ibunya, tapi Kyo masih bersamaku. Aku dan Kyo akan ke toko buku langgananku, diperjalanan masuk ke toko, semua mata tertuju oleh Kyo. Dengan senyum menawannya siapa yang tidak terpikat.
Aku menyapa mbak kasir saat melewati meja kasir, dan mbak itu tersenyum padaku, bukan padaku, tapi pada Kyo yang berjalan dibelakangku.
“Jadi ini gudang persembunyianmu??” Bisik Kyo dibelakangku yang masih mengikutti ku dari belakang menuju Rak buku yang ingin aku baca.
“Yaa.”
Kyo menganngguk pelan, lalu tiba tiba merangkulku. Aku kaget, tidak terlalu kaget. Tapi jantungku berdetak, saat merangkulnya, sama seperti saat dia memelukku di pesta ulang tahun Ibu Fero.
“Sepertinya tempat ini menarik.” Tukas Kyo, dengan wajah imajenatifnya.
“Pastinya.” Aku meliriknya yang masih merangkulku dengan tubuh tegap dan berisinya itu.
“Boleh aku kebagian sana??” tanya Kyo, menunjuk arah rak buku bagian ‘Bisnis’ . aku langsung tau apa yang ingin Kyo cari, buku yang mempelajari perusahaan perusahaan, tabakku.
“Ya, boleh.” Kataku, mengangguk. Kyo pun melepas rangkulannya itu lalu menuju rak yang dia tunjuk tadi, dan aku merasa aneh saat dia melepas rangkulannya itu, hangatnya jadi dingin.
Saat Kyo pergi menjauh, aku jadi mengingat sesuatu tentang, ‘Ino’ . aku mengambil beberapa buku asal asalaan dan mendekapnya di dadaku, lalu berjalan mencari tempat yang nyaman dan mungkin Ino berada disana. Tapi saat aku sampai ditempat itu, tidak ada siapapun, sepi sama saat pertama aku duduk disana. Dia tak datang hari ini, hatiku rasanya menggelembung sakit.
“Dan lihat, kau datang dan ingin menggangguku lagi??” Tanya seorang dibelakangku, yang suaranya sama dengan cowok itu,’Ino’. Aku berbalik badan, dan mendapatinya yang baru kusadari tingginya entah berapa cm, dan aku terlihat pendek sekali jika berdiri disampingnya. Tapi aku senang melihat wajahnya yang lembut tanpa ekspresi, aku tersenyum kepadanya. ‘Arrgh kenapa aku tersenyum’ dengusku dalam hati.
“Hanya ingin membaca.” Jelasku padanya yang berdiri, dengan tangan memegang buku ditempelkan di kepalanya. Aku memperhatikan bibirnya, dia sedang mengunyah.
“Pergi dan cari tempat baru.” Kata Ino, lalu berjalan melewatiku kemudian duduk. Aku terdiam sesaat, harumnya yang lembut dan sangat menenagkan membuatku ingin mengikutinya lalu duduk disampingnya. ‘Hah?! Aku ini kenapa si’ pikirku tak terima dengan khayalan norakku.
Dia memasang Headphone dan membuka bungkus permen karet baru untuk dimakannya lagi. Dan aku hanyak memperhatikannya. Tiba tiba Kyo mengagetkanku dengan tumpukan buku yang mungkin akan di belinya.
“Hei, sedang apa disini No?” Tanya Kyo yang tiba tiba datang, lalu memandang cowok yang ada di hadapanku seolah seorang ada di hadapan aku ini adalah makhluk paling tidak sopan, membiarkan aku diri sementara dia asik duduk. Aku diam dan hanya menatap Kyo lalu kearah cowok itu ‘Ino’ . Kyo pun duduk disamping cowok itu, tanpa permisi.
“Sini No, duduk sini.” Perintah Kyo, sambil memberikan intruksi agar duduk disampingnya. Cowok itu ‘Ino’ memandang Kyo dengan sengit dengan mata kelabunya di balik cermin kaca matanya.
“Bisakah kalian duduk disebelah sana?!” Perintah Ino, yang mengarahkan pandangannya ke bangku pembaca yang kosong didekat kasir. Mendengar itu, Kyo sontak berbalik dan memandang Ino dengan pandangan tak suka.
“Apa ada undang-undangnya jika aku dan sahabatku duduk dan membaca disini??, ini tempat umum.” Kata Kyo, masih dengan pandangan tak suka.
Cowok itu ‘Ino’ berdiri. Menatapku tajam dan tak suka. Kyo pun ikut berdiri. Saling menatap. Mereka berdua bagaikan pemandangan luar biasa, dengan view yang ada di belakang dibalik kaca bening, pemandangan yang sejuk.
“Bisakah kamu kasih tau pacarmu, Noa??” . ‘Apa???!! Dia tau namaku?? Dari mana??’ tanyaku dengan wajah merona, Gr karna dia mungkin mencari tau siapa namaku.
“Noa?? Kau kenal cowok ini??” Tanya Kyo bingung dengan ekspresi masih tak suka dengan memandang Ino dari atas sampe bawah.
“Kalian ini kaya anak kecil aja !! bertengkar karna memperebutkan bangku.” Bentak ku.
“Dan Kyo ,mungkin, kita harus pergi sekarang Kyo, aku tiba tiba lapar lagi, ayo.” Lanjutku dan langsung menarik tangan Kyo yang kekar lalu mengajaknya ke kasir, membayar buku dan pergi. Tapi aku masih memandangi Ino yang masih berdiri menatapku, lembut. dan tentu saja aku bertanya tanya dari tadi dan diam di samping Kyo yang sedang menyetir.
‘dari mana dia tau namaku?? , apa dia penguntit??’ pikirku, tak sadar kalau aku sedang tersenyum. Aku tau Kyo sedang menatapku, aku tak mau menatapnya balik, karna pasti dia bertanya. Aku ini kenapa? Kenal dia? Atau apalah, mungkin Kyo akan punya banyak pertanyaa. Lalu dia hanya memandang kedepan, lurus, dengan raut wajah yang aku tak suka melihatnya.
Kyo memarkirkan mobil ke sebuat tempat makan tradisonal. Aku memandang Kyo, lalu kyo melihatku bingung.
“Kamu lapar kan,No??” Tanyanya dengan suara yang mungkin terdengar aneh. ‘aku bohong kyo, aku kenyang!’ jawabku dalam hati. Kyo menatapku tajam, mungkin membaca pikiranku.
“Jangan bilang, kau kenal dengan cowok yang tidak sopan tadi, Noa.” Lanjutnya.
“Oh, tentu saja aku gak kenal hanya sering melihatnya di toko buku itu,”
“Lalu? Kenapa kau mengalihkan pembicaraan, lalu mengajakku pergi?? Kau bilang kau lapar, padahal aku sangat ingin memberinya kata kata yang pantas untuk cowok gak sopan itu.” Wajah Kyo memerah, agak kesal. Baru kali ini aku melihatnya seperti ini, tapi aku tak peduli, aku pikir Kyo hanya tidak mau ada seorang yang tidak sopan terhadapku.
“Ah, itu gak penting.” Celetukku , tersenyum. Berharap Kyo membalas senyumku,dan baru aku sadar sahabatku ini ternyata berubah menjadi temperamental.
“Bener?? , kamu gak kenal sama cowok itu??” tanyanya Kyo lagi, masih dengan raut wajah yang penasaran.
“Hanya tau namanya saja,”
“Namanya saja?? Kalian sudah berkenalan?? Dia juga tau nama kamu, Noa.” Suara Kyo terdengar khawatir. Aku tak tau kenapa dadaku terasa berdegub saat mendengar nada bicara Kyo yang seolah dia sangat tidak suka kalau aku dekat dengan cowok itu ‘Ino’.
“Ya, mungkin dia tau..” kataku mulai asing berhadapan dengan sahabatku sendiri.
“Mungkin??”
“Sudah jangan dibahas ya, dia itu gak penting. Yang penting sekarang kamu mau traktir aku makan lagi??” Aku tersenyum lebar, agar semuanya cepat clear, dan agar Kyo tak banyak bertanya lagi, aku sudah merasa tak nyaman dan itu membuatku lapar, lagi.
“Oke, jika kau lapar, aku akan menantangmu.” Kata Kyo yang sudah mulai tersenyum, walaupun hanya seulas, itu membuatku lega. Karna Kyo tidak akan lagi bertanya.
“Menantangku??, Boleh !!” Kataku lantang, tidak takut dan mencondongkan daguku seperti orang yang benar benar menantang. Kyo tertawa memandang ekspresiku itu.
“Aku akan menantangmu, untuk memakan kebab,”
“Hanya kebab??”
“Ya, siapa yang paling banyak dan tercepat makan kebabnya, akan mendapat hadiah. Dari masing masing yang kalah. Bagimana??” tanya kyo penuh semangat.
“Ayo. Lagi pula, aku sudah lama tidak makan kebab, rasanya Lapaar sekali membayangkannya, dan aku pasti makan banyak dankamu pasti kalah Kyo !!” Aku tertawa kecil, dan Kyo pun tertawa, lalu mengacak ngacak rambutku, seperti anak kecil yang di kasihi oleh seorang kakak. ‘kakak?’ aku tersenyum memikirkan itu.
“Oke. Deal.”
Kami pun pergi meninggalkan Restauran Tradisional yang tadinya kami ingin kunjungi, tetapi dibalik itu, tantangan kyo lebih menantang itupun agar Kyo melupakan kejadian di toko buku tadi. Pikiranku tiba tiba melayang, memikirkan cowok yang memanggil dan tau namaku padahal kita tidak pernah bertemu atau berkenalan sebelumnya, hanya pada saat atau moment yang ku pikir tidak masuk di akal, tapi cowok itu tau siapa namaku. ‘Sebenarnya siapa dia?, tau dari mana dia namaku?’ pikiranku benar benar melayang,memikirkanny. Wajahku memerah karna memikirkan cowok dengan pandangan lembutnya dan matanya yang kelabu, penuh rahasia, yang sangat menarik.

PART ONE


ONE
Pertemuan pertama
Adalah moment yang paling tidak pernah terlupakan

“GOOD MORNIINNNNGGGGG !!!”. Seru fero, sahabatku paling terdekat yang tiba tiba datang memecahkan keheningan dikamarku, selalu masuk kekamarku seperti biasa yang ia lakukan setiap ia berkunjung. Kita seperti belahan jiwa, tapi tidak terlalu mirip bahkan kami tidak pernah berpendapat sama, hanya terkadang saja. Fero membuka jendela kamarku yang langsung memantulkan sinar matahari yang baru saja terbit dengan menyeringai langsung diwajahku yang masih terjaga dikasur yang berhadapan langsung dengan jendela kamar . jendela kaca itu hampir menutupi sebagian kamarku, jadi sangat terang saat jendela terbuka seluruhnya. Ya, aku suka sekali cermin, kaca atau semacamnya. Jernih dan nyata.
“Bukankah hari ini hari sabtu Fero??” tanyaku sambil menutupi tubuhku dengan selimut karna terlalu silau dengan matahari yang menyengat mataku.
“Ya! , tentu saja ini hari sabtu dan esok hari minggu. Aku tidak bilang bahwa hari ini hari senin, Noa.” Jawab fero, yang langsung duduk dipinggir kasurku,membuka kembali selimutku yang lembut.
“Lalu??, Kenapa kau membangunkan aku sepagi ini?? Aku masih ngantuk fero.” Lanjutku dibalik bantalku, yang terus memanggilku untuk lanjut berhibernasi.
“Kau lupa??,hari ini kau janji menemaniku untuk membeli kue tart, dan membantuku mempersiapkan kejutan kecil untuk ibuku??.” Tanyanya agak lirih.
Aku terbangun dan seketika duduk berhadapan dengan fero yang sudah memonyongkan bibirnya yang tipis dan berwarna pink peach,cemberut seperti anak kecil. Wajahnya yang sangat cantik,lembut dan anggun, bahkan saat dia cemberut pada saat ini yang kulihat, membuatku langsung mengingat segala hal yang aku janjikan.
“Aku tidak akan lupa dengan janjiku,cantik.” Aku tersenyum padanya dengan mata setengah tertutup agak merayu. Seketika Fero pun tersenyum lega dan merona.
“Hihi aku senang mendengarmu memujiku dan memingat janjimu No,” balas Fero dengan tangannya yang menggenggam tanganku, seperti disinetron yang si pelaku melakukan adegan memohon. Aku mendengus malu memikirkan itu.
“Well, tunggu disini aku akan mandi” aku langsung beranjak bangun dari surga mimpiku, mengambil handuk yang tersampir dibangku yang berada persis dipinggir rak bukuku yang berjajar rapih dan menjulang tinggi seperti rak rak buku yang ada di took buku.
“Ya, pasti aku menunggumu !!”. seru Fero yang senyum senyum sambil merapikan kasurku. Fero memang sahabat terbaikku dari semenjak aku bertemu dengannya di sekolah dasar, sampai sekarang. Aku selalu tersenyum padanya, walaupun terkadanga ada sedikit masalah antara kami, bisa dibilang aku ini tertarik pada wanita cantik yang baik hati memaksaku untuk selalu mengalah. Fero yang sangat berbeda denganku, dia gadis yang terkenal dengan kebaikkan,kesopanan,keanggunan bahkan wajahnya bisa mengalihkan seluru mata agar tertuju kepadanya. Sangat berbeda denganku yang sangat, sangat terilahat simple, bebas, petualang, kutu buku dan pengkhayal yang tinggi. Aku tidak terlalu memperdulikan hal sekitar yang tidak terlalu penting bagiku sedangkan Fero, selalu memperhatikan hal sekitar, itu penting atau tidak, ia akan selalu memperhatikan. Fero sosok gadis anggun dan dewasa, dia juga banyak bicara alias cerewet, jadi aku beruntung, ada yang menutuppi kekuranganku yang menurutku sangat gelap.



“Apa selalu seperti ini No??” tanya Fero tiba tiba ,yang duduk berhadapan denganku dimeja makan, untuk sarapan pagi. Aku berenti mengunyah roti yang sudah memenuhi mulutku dan memandangnya kaget. Pertanyaan ini selalu ia tanyakan padaku, setiap ia berkunjung walaupun hanya untuk sekedar memperhatikan keadaanku dan rumah hantuku ini.
“Maksudmu??” tanyaku lalu meminum air menghilangkan sedak ditenggorakanku yang penuh roti yang sudah hampir ku telan.
Fero memandangku dengan matanya yang coklat muda penuh arti, terlihat lirih melihatku. Dia diam sejenak lalu berkata.
“Tidak..tidak..emm maksudku, apa nanti kau akan menungguku ditoko buku langgananmu??”. Fero gugup, kata katanya seakan sedang mengalihkan pembicaraan. Aku tau maksud Fero bukan itu., sangat terlihat jelas vero pasti mengetahui apa yang ingin aku lakukan jika aku sedang menunggunya melakukan sesuatu misal jika ia berbelanja di mall, aku selalu menunggunya di toko buku dan tidak ada tempat lain selain disana. Kupikir yang dimaksud adalah keadaan rumah ini. Rumah yang seperti rumah hantu. Hanya aku dan pembantuku yang sudah setia bekerja dengan keluarga kecilku ini. Dan yang lain, hanya mementingkan hal lain disbanding dengan, aku.
“Tentu saja!” Jawabku datar, seakan aku tidak terganggu dengan pertanyaan Fero sebelumnya. Fero menatapku lama tanpa ekspresi, lalu tersenyum lembut dengan kepolosannya, lega. Mungkin dia berfikir bahwa aku akan baik baik saja, mungkin.
Cuaca diluar cerah sekali, secerah hati Fero yang tersenyum menandakan hatinya yang sedang happy. Aku mengeluarkan fw tercintaku dari garasi usang yang berdebu. Aku melirik kaca sepion dan aku melihat sosok yang anggun menungguku di depan pagar rumahku sambil memainkan handphonenya dengan tangan kirinya yang menutuppi kepalanya karna cuaca panas menghujannya. Dia melirik kearah sepionku dan melihatku memperhatikannya.
“Cepatlah Noaaa, cuaca pagi ini mulai mtidak bersahabat.” Seru Fero, risih. Aku tersenyum simpul melihatnya seperti itu. Cuaca hari ini memang sangat cerah, panas. Benar saja wanita secantik dan seanggun Fero bahkan dia tidak tahan akan panasnya matahari, bahkan dinginnya hujan.
Fero masuk kedalam Fw miniku,lalu menggunakan belt dan memandangku yang sedang memperhatikannya sambil tertawa kecil.
“Kenapa kau tertawa seperti itu??” tanyanya cemberut, seolah aku menertawakan dirinya. Ya, memang aku menertawakannya, wajah Fero yang memerah karna panaslah yang membuatku tertawa.
“Tidak, kau manis sekali..aku suka.” Jelasku masih tertawa kecil. Fero mengembungkan pipinya dan wajahnya semakin merona.
“Apa sih?! Jangan sampai orang dengar dan mengira kita ini pasangan wanita yang terserang penyakit aneh.” Kata Fero dengan tawanya yang menampilkan gigi dan gerakan rileksnya membuat rambut panjangnya tergerai indah.
“Hahahahahaha, aku akan senang sekali !” ejekku, tertawa terbahak mendengar perkataannya. Dan ia pun juga ikut tertawa melihatku terbahak.
Dalam perjalanan, Fero bernyayi sambil terus menceritakan kisah kejutan ulang tahun untuk ibunya yang sudah ia persiapkan semeriah mungkin. Aku hanya mendengarnya dan terus menatap pandangan kedepan.
“Jadi, nanti kau sampai malam dirumah aku kan no?? Sampai acara selesai?,” Kata Fero, tersenyum lembut.
“Pasti.” Jawabku singkat. Pikiranku melayang, entah kemana. Mungkin cerita Fero yang akan mengadakan perayaan kecil yang bermakna untuk ibunya membuatku rindu,rindu akan semua yang aku lakukan dengan keluargaku, dan mungkin aku iri pada Fero yang masih bisa menikmati kebersamaan dengan orang-orang tersayangnya. Tapi keadaan ini semua menjadikanku diri yang selalu harus dituntut menjadi seorang yang bisa memanage semuanya, walaupun semua masih terlihat sangat aneh.
“Noa, mungkin nanti setelah ambil kue Tart, aku akan ketoko bunga dan mengambil beberapa barang sudah ku pesan. Apa kau ingin ikut? Atau…”
“Aku tunggu di toko buku biasanya saja ya?,” Potongku.
“Ohh..Oke. Nanti aku akan menghuubungimu kalau aku sudah selsai ya.” Kata Fero dengan senyumnya yang seperti bayi kecil yang imut. Aku pun membalas dengan senyumman lebar, walaupun aku tidak bisa merasakan sepenuhnya apa yang Fero rasakan hari ini.
Aku melihat rak rak buku yang terpampang rapih dan menjulang disekelilingku, indah. Wangi lembaran lembaran kertas yang sangat ku sukai, dan tentu saja aku sangat menyukai tempat ini. Tempat yang selalu memiliki keajaiban, menurutku. Dan aku sempat berfikir kalau aku akan membuat tempat seperti ini kelak. Orang orang mengira ini adalah toko buku besar seperti yang ada di mall, tapi ini lebih dari itu, seperti taman bacaan, kau bisa sepuasmu membaca ataupun meminjam beberapa buku dan jika kau ingin mengkoleksi buku yang ada ditoko sederhana ini, kau bisa membelinya, dan aku mencintai tempat ini lebih dari rumahku. Aku mengelilingi rak yang bertuliskan “Best Seller” diatasanya. Aku mengambil empat buku sekaligus, Aku juga mengambil salah satu copyan buku yang sama dengan yang aku ambil sebelumnya, agar aku bisa membacanya di tempat yang sudah di sediakan oleh toko ini untuk para pengunjung, jika ingin membacanya di sini.
Aku duduk ditemapat sepi, dipinggir jendela lebar penuh lampu hias tang tergantung disetiap tirainya,cantik. yang langsung mengarah kearah taman belakang dari toko ini, sangat hijau dan rimbun, dan tempat duduk pengunjung berbeda dengan tempat yang lain, terbuat dari bahan busa yang dilapisi karet berwarna hijau daun. mungkin ini tempat baru, pikirku. karena selama aku membaca dan berkeliling toko ini,baru kali ini melihatnya, nyaman sekali. ‘ini akan menjadi tempatku’ kataku dalam hati, tersenyum kecil melihat sekitar yang masih mengaggumkan.
“Permisi, kau menempati tempatku” kata seseorang disampingku. Aku mendongak dan melihat wajahnya. Mungkin aku tidak sadar, mulutku ternganga kecil, melihatnya. Dia lelaki. Berbadan tinggi hingga aku harus melihatnya dengan mendongakkan kepalaku dan mungkin laki laki ini adalah makhluk aneh yang turun dari planet entah dimana,dia terlihat berbeda. putih,tegap dan wajahnya lembut dengan matanya yang coklat pekat ditutupi dengan eyesglassesnya berbentuk mata kucing seperti miliku. Bergaya maskulin dengan rambut hitam kecoklatan, rapih.
“Maaf? Tempatmu?”. Mukaku memerah, karna gugup memandangnya, dia melihatku tanpa ekspresi yang dalam, hanya menatapku, lama.
“Ya.” dia tidak tesenyum. Membuatku hilang mood, menghadapi hal tidak penting seperti ini. ‘sangat mengganggu’ aku mendengus dalam hati.
“Ini kan untuk umum. Kau kan bisa mencari tempat baru, karna aku menemukan tempat ini terlebih dahulu dibandingkan dengan kau?” kataku agak ketus, tetapi tetap merona melihatnya ia berbicara.
“Tapi tempat ini, aku yang lebih dulu menemukannya” jelasnya.
“Apa buktinya??, setahuku semua pengunjung berhak duduk dimanapun dia mau kan??”
“Ini.” Dia membungkuk dan mengambil kertas yang sudah ia tempelkan dibalik bangku empuk yang dilapisi oleh bahan karet meja dengan permen karet. ‘Jorok sekali orang ini’ bisikku dalam hati. Lalu kertas itu diserahkan kepadaku. Aku membacanya, dan kertas bertuliskan ‘IS MINE INO, NOT YOURS. PLEASE DON’T SHIT IN MY CHAIR’  . dengan tinta yang sudah mulai terhapus, ku pikir ini dia tulis sudah lama sekali. ‘Apa?? Dia sudah datang dan sering membaca buku di tempat ini?’ tanyaku dalam hati, ‘aku tak pernah melihat tempat ini sebelumnya’. Aku memandangnya heran dan menatap ekspresi diwajahnya, wajahnya yang lembut dan tanpa ekspresi membuatku merasa hawa diruangan ini berubah menjadi, dingin.
“Tapi ini bukan bukti.” Jelasku tak mau kalah, karna aku sudah jatuh cinta pada tempat ini. “Aku akan membaca disini” lanjutku.
“Bisakah kau mencari tempat lain dan tidak menggangguku dan tempatku??” katanya penuh keluh, dengan ekspresi sedikit kesal.
“Tidak ada yang mengganggumu, aku juga ingin membaca. Lagi pula disini masih bisa di dudukki orang lain. Kau harus berbagi !” tukasku yang mulai kesal.
“Tidak.” Cowok itu memandangku dengan tajam, dengan pandangan tegas tapi tetap terlihat lembut.
“Yasudah,” Jelasku, acuh. sambil membuka buku dan melanjutkan membaca. Tidak memikirkan cowok yang terdiam agak lama disebelahku, yang mungkin sedang memandangku dengan tatapan menyebalkan.
Tiba tiba ada harum lembut dan sejuk disampingku, aku menoleh kearah cowok itu, dia duduk disampingku masih tanpa ekspresi dan mulai membuka buku kemudian membacanya. Aku tersenyum kecil penuh kemenangan, tapi dia tetap menatap bukunya tanpa menyadari kalau aku sedang memperhatikannya.
“Haha,” celetukku karna buku yang aku baca terlalu mengejutkan dan menggelitik. Cowok itu menoleh memandangku.
“kau bisa membaca tanpa bersuara?, sangat menganggu.” Kata cowok itu, lalu mencoba memasang headphone kekupingnya dan membuka bungkussan permen karet, lalu memakannya.
“Kau bilang ‘membaca tanpa suara?,itu sangat mengganggu’ tapi kau sendiri memasang alat bersuara itu. Dan kau tau disini dilarang makan atau minum apapun saat membaca.” Sanggahku cuek. Cowok itu membuka kembali headphonenya dan menggantungkannya dilehernya, lalu menelan permen karet yang baru saja dia kunyah, sambil memandangku dengan ekspresi yang berbeda, bukan tanpa ekspresi lagi tapi terlihat kesal padaku.
Aku tertawa tipis, merasa dia cowok tampan tapi aneh.
“Aneh.” Aku meneruskan sambil tertawa kecil. Seketika dia memegang pergelangan tanganku dan menatapku tajam. aku tersentak.
“Kenapa kamu?? Azzzz” keluhku, melirik kesekliling melihat apakah ada seseorang yang melihat, dan tidak berfikiran aneh ,mungkin juga aku bisa meminta bantuan kepada orang yang melihatku dianiyaya oleh seorang makhluk aneh yang turun dari planet terjauh.
“Kamu ini tau apa tentang aku??. Ingat ini tempatku dan kamu hanya pengganggu yang menumpang, dan aku harap kamu tak menggangguku lagi jika kamu berkunjung kesini.” Cowok itu marah, tapi seperti tidak terlihat marah, hanya seperti menghindar dengan raut wajahnya yang lembut.
“Kamu aneh!” bentakku pelan, menatap matanya tajam.
Dia melepaskan genggammannya dari pergelangan tanganku, genggamannya kuat dan berbekas, bau harum parfumenya melekat khas di pergelangan tanganku terkarna keringat ditangannya.
“Ya sudahlah! kalau aku aneh, bagaimana denganmu, wanita mata empat??” kata cowok itu sinis, sambil membereskan buku buku yang ingin dibacanya, berdiri lalu pergi hilang dibalik rak rak buku. Aku masih menatap kepergiannya tidak terima,dan harumnya masih disini.
“Mata empat??” kataku pada diriku sendiri. ‘Ya mungking dia benar, aku mata empat, jika begitu dia apa ?? cowok yang memakai teleskop kecil dimatanya?? Bulshit’ bentakku dalam hati. Aku membereskan buku ku dan menuju loket pembayaran dengan penuh kekesalan dan rasa penasaran pada cowok itu.
‘siapa nama dia, hah??’ tanyaku dalam hati, lalu mengingat ngingat kertas yang ditunjukan olehnya kepadaku tadi saat pertama bertemu. ‘Ino’ sebutku..dalam hati. lalu tersentak, lamunanku buyar tak sadar karna aku sudah berhadapan dengan meja kasir pembayaran.
“Mbak, aku mau tanya dong. apa mbak kenal dengan cowok yang suka membaca di bagian pojok sana??” tanyaku kepada kasir yang biasa melayaniku jika aku berkunjung dan membeli buku ditoko ini, ia memeriksa belanjaan bukuku, lalu memperhatikan arah tanganku yang menununjuk ketempat pojokan yang selalu sepi dengan pembaca buku atau pengunjung.
“Oh..maksud mbak Noa, Mas Rino?,” tanyanya tersipu seolah dia langsung tau siapa orang yang aku tanyakan. Ya, aku akui si ‘Ino’ atau yang mereka sebut ‘Mas Rino’ adalah seorang pemuda yang bisa menarik perhatian sekelilingnya, satu jenis dengan Fero si cantik dan anggun.
“Hmm..mungkin, aku gak tau namanya mbak, gak penting juga si, aku cuma mau tau sedikit..ya, hanya sedikit.” kataku mencibir, seolah aku tidak penasaran.
“Iya, dia namanya Mas Rino, sering dipanggilnya Mas Ino kalau sama pegawai disini” Jelasnya dengan nada seperti dia kenal sekali dengan cowok bernama Ino itu.
“Oh ya?, oohhh. Bukannya itu tempat baru ya mbak?? Aku gak pernah liat tempat yang sering didudukkin sama si Ino itu” lanjutku, tak sadar aku tertarik akan cerita manusia planet itu.
“Iya mbak, sebelumnya dia duduk ditempat pengunjung biasanya, tapi pas tempat itu dipojok sana dibuka, Mas ino langsung pindah dan ganya Mas ino aja yang sering duduk disana, dia juga hampir seminggu 2 atau 3 kali ke toko buku ini, untuk membaca buku atau membeli buku ditoko ini, sama seperti mbak Noa,”. Jelasnya lagi dengan logat yang menggebu gebu sambil cekikikan. Aku menatapnya aneh, aku pikir mbak mbak kasir ini naksir dan tepikat sama cowok yang bernama Rino atau Ino itu.
“Ohh begitu.” Balasku sambil tersenyum kecut. Dan mengeluarkan uang untuk membayar buku yang aku beli tadi. “Terimakasih banyak ya mbak.” Lanjutku lalu mengambil bungkussan yang berisi buku buku besarku.
“Sama sama mbak Noa” balasnya, lalu tersenyum lebar padaku.




“HAPPY BIRTHDAY TO YOU..HAPPY BIRTHDAY TO YOU MOM” teriak Fero yang menghampiri ibunya yang berada dalam ruang keluarga sedang membaca buku, tak tau jika beliau akan di beri kejutan. Fero langsung memeluk ibunya yang masih secerah ibu ibu modern jaman sekarang. Aku menyodorkan kue tart kehadapan ibu Fero, agar beliau bisa meniup lilin diatas kue tersebut. Wajahnya terlihat lelah tapi tetap berseri kaget karna bahagia.
“Selamat ulang tahun, Tante Mer.” Ucapku dengan senyum super lebar, terlihat bahagia dan merasakan bahagia, seperti aku sedang berada di tengah Keluargaku sendiri.
“Terimakasih anak anakku yang cantik.” Jelas Ibu Fero. Memeluk Fero sekaligus aku. Lalu acara supraise party pun dimulai dengan potong kue dan pemberian kado, foto foto dan sebagainya, keluarga berdatangan, ramai seperti apa yang diharapkan Fero, walaupun ayah Fero yang baru saja pulang bekerja , tetapi kali ini lebih cepat dari baisanya. Aku tersenyum senang dibalik pinggir gelas yang sedang ku cium.
Aku duduk diayunan kayu dipinggir kolam, memikirkan kapan hal ini akan terjadi kepadaku juga. Terkuak semua kejadian dimemori otakku yang menurutku aneh, dan ingatan yang baru saja terjadi tadi siang di toko buku. Entah kenapa aku memikirkan sosok lelaki jangkung yang misterius itu. Aku hanya tersenyum simpul memikirkannya.
“Hai, kau Noa kan??” tiba tiba di sampingku berdiri seorang cowok tinggi besar menyapaku sambil menjulurkan tangannya tanda perkenalan denganku. Aku memandangnya. cowok ini seperti tidak asing bagiku, bahkan aku merasakan sesuatu.
“Ya, aku Noa, kamu ?? siapa ??” kataku balas bertanya.
“Aku? Kamu lupa sama aku, Noa??” tanyanya muram, menatapku.
“Tunggu, wajahmu sangat familiar denganku. Apa kita pernah kenal sebelumnya?? Kamu teman Fero??” tanyaaku lebih jelas, dan terus mengamatinya.
“Pastinya dong. Sejak kecil aku,kamu Fero itu berteman dan aku selalu jail pada kalian,huaa..ternyata kau sudah sebesar ini?? Sungguh kau sangat cantik dengan kacamatamu itu” jelasnya sambil tersenyum lebar dihadapanku.
‘waktu kecil?? , selalu dijaili??’ aku mengingat ngingat apa dulu aku pernah mengenalnya. Matanya yang sayu, tajam dan serius,berbadan tegap dan Tampan dengan senyum yang manis juga mememikat. ‘AKU INGAT’ jelasku dalam hati buru buru. Aku tersenyum kepadanya lalu memeluknya, hingga ia tertawa, merasa lega karna aku sudah bisa mengenalinya.
“KIKAY !!! aaaaaa aku kangen banget sama kamu !!!!” teriaku girang, berseri seri dan memerah wajahku menatap matanya yang sipit dan tajam. Sekarang tubuh dan wajahnya sudah berevolusi menjadi sosok yang sangat berbeda dengan Kikay yang dulu ku kenal sebagai sahabat kecilku dengan Fero. Dia pindah saat kelas 1 smp dan semenjak ia pindah aku tak pernah melihatnya lagi sampai aku dan Fero sudah memasukki semester 5 dikampus, dan baru sekarang aku bertemu dengannya. Sahabat kecilku yang selalu jail dan penuh dengan lelucon, penuh dengan hiburan yang luar biasa menggelitik dan menyenangkan, aku pun merasa terjaga bila didekatnya. Dia melindungi aku dan Fero.
“Aku pun begitu Noa.” Dia tersenyum lebar, sama sepertiku.
Fero melihat kami, dan berlali kecil ke arah kami sambil tersenyum.
“HEI, ternyata kalian sudah bertemu. Oh Noa..maaf ya aku gak kasih tau kamu lebih dulu kalau Kay sudah kembali ke indonesia, karna Kay mau sendiri kejutan sendiri untukmu.” Jelas Fero memelas tapi terlihat sangat senang.
“Lain kali aku nggak akan memaafkanmu Feroo iiihh..,” jawabku sok ngambek pada Fero. Tapi Fero tau kalau aku tidak serius ngambek padanya. Kamipun tertawa bersama sama dan menghabiskan malam bersama, membagi kisah selama terpisah.